Peningkatan jumlah penduduk saat ini yang sangat pesat yang bukan hanya di perkotaan, akan tetapi menyeluruh sampai di daerah pedesaan di Indonesia, telah menyebabkan terjadinya peningkatan yang sangat besar pada kebutuhan air bersih.
Peningkatan ini pada akhirnya sampai pada titik di mana ketersediaan air permukaan sudah mulai tidak mencukupi kebutuhan, dan air tanah akhirnya mengambil peranan penting dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Akan tetapi seiring dengan peningkatan penggunaan air tanah, terjadi efek negatif yang timbul ketika eksploitasi air tanah
menjadi berlebihan dan salah satu dampaknya adalah terjadinya penurunan muka air tanah yang berimplikasi pada terjadinya intrusi air laut yang merusak kualitas dan
kuantitas air tanah. Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah diharapkan nantinya akan dihasilkan suatu kajian mengenai perkiraan besarnya intrusi air laut akibat penurunan muka air tanah yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam rangka mengotimalkan perlindungan sumber daya air tanah. Untuk itu tujuan jangka pendek dalam penelitian ini adalah untuk menghasilkan informasi/gambaran mengenai efek penurunan muka air tanah terhadap intrusi air laut yang terjadi saat ini di Kabupaten Jeneponto berdasakan data-data yang diperoleh dari hasil identifikasi di lapangan. Dengan mengetahui hasil penelitian ini, diharapkan dapat dihasilkan data dan infomasi bagi pemerintah ataupun lembaga pemerintah lokal terkait dalam merumuskan kebijakan penataan pola pemanfaatan air tanah yang lebih bersifat berkelanjutan dan tidak berdampak negatif langsung ke masyarakat setempat.
Penelitian ini diawali dengan melakukan survey dan peninjauan lapangan untuk memperoleh informasi tentang data air tanah di kabupaten Jeneponto. Selanjutnya dilakukan pula pengumpulan data primer dan data sekunder tentang besar penurunan muka air tanah di lokasi penelitian dan selanjutnya data-data tersebut menjadi menjadi data masukan yang digunakan dalam pemodelan numerik. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa penurunan muka air tanah memberikan efek peningkatan IAL maksimum pada akuifer Binamu2. Dalam waktu 100 tahun setelah terjadi penurunan muka air tanah, simulasi numerik SEAWAT memperkirakan
peningkatan nilai IAL sebesar 43% dari kondisi semula yaitu 642 m pada akuifer Binamu 2, sedangkan untuk akuifer Binamu 1, Arungkeke 1 dan Arungkeke 2, nilainya sebesar 559 m, 272 m, dan 300 m, berturut-turut. Secara umum dapat dilihat bahwa butuh waktu yang cukup lama bagi air laut untuk mengintrusi air tawar di dalam akuifer untuk setiap skenario penurunan muka air tanah. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh kondisi akuifer yang cukup tebal dari setiap lokasi pengamatan yang mendukung kemampuan akuifer untuk melawan intrusi. Selain itu, nilai konduktivitas hidrolik yang relatif kecil juga cukup membantu memperlambat terjadinya penetrasi air laut sehingga butuh waktu yang lebih lama bagi intrusi air laut untuk mencapai kondisi tunak.